al-Ghazali |
I.
Riwayat Hidup Singkat al-Ghazali
Imam
al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali.
Ia lahir pada tahun 450 H. bertepatan dengan 1059 M di Ghazaleh, suatu kota
kecil yang terletak di Tus, wilayah Khurasan, dan wafat di Tabristan wilayah
provinsi Tus pada tanggal 14 jumadil akhir tahun 505 H. bertepatan dengan 1
desember 1111 M.
Al-Ghazali
memulai pendidikannya diwilayah kelahirannya Tus, dengan mempelajari
dasar-dasar pengetahuan selanjutnya ia pergi ke Nisyafur dan Khurasan. Dikota
Nisyafur al-Ghazali mempelajari mata pelajaran teologi, hokum islam, filsafat,
logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam. Dalam ilmu kalam, al- Ghazali menulis buku
berjudul Ghayah al-Maram fi ilm al-kalam ( tujuan mulia dari ilmu
kalam ) dan dalam ilmu filsafat ia menulis Maqasidal-falasifah
( tujuan dari filsafat ) dan Tahafut al-falasifah.
Sejarah
filsafat Islam mencatat bahwa al-Ghazali
pada mulanya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagi ilmu
pengetahuan, baik ilmu yang dicapai melalui panca indra maupen akal pikiran. Dalam
tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang dicari-carinya. Pengetahuan mistiklah,
cahaya yang diturunkan tuhan kedalam dirinya. Itulah yang membuat al-Ghazali
memperoleh keyakinannya kembali.
II. Pemikiran Pendidikan al-Ghazali
a. Peranan
Pendidikan
Al-Ghazali
termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian besar terhadap
pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu
bangsa. Demikian hasil pengamatan Ahmad Fuad al-Ahwani terhadap pemikiran
al-Ghazali. Sementara itu H.M. Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan
mengatakan, bila dipandang dari segi filosofis, al-Ghazali adalah penganut
paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam
masalah pendidikan al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. Hal ini
antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap
anak didik. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang
mendidiknya. Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang sangat
berharga sederhana dan bersih dari gambaran apapun.
b. Tujuan
Pendidikan
Menurut
al-Ghazali, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena tujuan pendidikan
di arahkan bukan pada mendekatkan diri pada Allah SWT, akan dapat menimbulkan
kedengkian, kebencian, dan permusuhan.
Rumusan
tujuan pendidikan tersebut sejalan dengan firman Allah SWT tentang tujuan
penciptaan manusia, yaitu:
لِيَعْبُدُونِ إِلَّا وَالْإِنْسَ
الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku
(QS: Al-Dzariyat: 56)
Berkenanan
dengan hal ini al-Ghazali berkata, “Aku datang ke tempat ini untuk mencari
keridhoan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan”. Rumusan tujuan
pendidikan al-Ghazali yang demikian itu juga karena al-Ghazali memandang dunia
ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan akan rusak, sedangkan maut
dapat memutuskan kenikmatan setiap saat. Dunia hanya tempat lewat sementara,
tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal, dan maut senantiasa
mengintai setiap saat.
Lebih
lanjut al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang
dapat menggunakan dunia untuk tujan akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya
lebih tinggi disisi Allah dan lebih luas kebahagiaannya di akhirat. Ini
menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali
menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat.
c. Pendidik
Ciri-ciri
pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan:
- Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri
- Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar).
- Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
- Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Dihadapan muridnya, gurur harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji.
- Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan dayatangkap anak didiknya.
- Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola dimata anak muridnya.
- Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya.
- Guru harus dapat menanamkan keimanan kedalam pribadi anak didiknya.
Guru yang ideal dimasa sekarang adalah guru yang
memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan al-Ghazali dan
persyaratan akademis serta profesional.
d. Murid
Sejalan
dengan prinsip bahwa menuntut ilmu penegtahuan itu sebagai ibadah dan
mendekatkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai
berikut:
- Mermuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur.
- Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya sehingga merupakan satu bangunan dengan murid yang lainnya yang saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang
- Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
- Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat saja, melainkan berbagai ilmu dan berupaya bersungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.
Al-Ghazali |
e. Kurikulum
Pandangan al-Ghazali tentang kurikulum dapat
dipahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu
pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh anak didik
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Ilmu
yang tercela, banyak atau sedkit ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia
didunia maupun akhirat.
b. Ilmu
yang terpuji, banyak atau sedikit. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa
seseorang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta
dapat mendekatkan diri kepada Allah.
c. Ilmu
yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini
dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad
(meniadakan tuhan).
Dari ketiga kelompok ilmu
tersebut, al-Ghazali membagi lagi ilmu tersebut menjadi 2 kelompok ilmu dilihat
dari segi kepentingannya, yaitu:
- Ilmu yang wajib (fardlu) yang diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber pada kitab Allah
- Ilmu yang hukum mempelajarinya fardlu kifayah, yaitu ilmu yang digunakan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu kedokteran, teknik, pertanian dan industri.