07 January 2012

Pendidikan Islam dalam Pemikiran Al-Ghazali


al-Ghazali
   I.            Riwayat Hidup Singkat al-Ghazali
Imam al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H. bertepatan dengan 1059 M di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus, wilayah Khurasan, dan wafat di Tabristan wilayah provinsi Tus pada tanggal 14 jumadil akhir tahun 505 H. bertepatan dengan 1 desember 1111 M.

Al-Ghazali memulai pendidikannya diwilayah kelahirannya Tus, dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan selanjutnya ia pergi ke Nisyafur dan Khurasan. Dikota Nisyafur al-Ghazali mempelajari mata pelajaran teologi, hokum islam, filsafat, logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam. Dalam ilmu kalam, al- Ghazali menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi ilm al-kalam ( tujuan mulia dari ilmu kalam ) dan dalam ilmu filsafat ia menulis Maqasidal-falasifah ( tujuan dari filsafat )  dan  Tahafut al-falasifah.


Sejarah filsafat Islam mencatat bahwa al-Ghazali  pada mulanya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagi ilmu pengetahuan, baik ilmu yang dicapai melalui panca indra maupen akal pikiran. Dalam tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang dicari-carinya. Pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan tuhan kedalam dirinya. Itulah yang membuat al-Ghazali memperoleh keyakinannya kembali.


                            II.            Pemikiran Pendidikan al-Ghazali
a.  Peranan Pendidikan
Al-Ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. Demikian hasil pengamatan Ahmad Fuad al-Ahwani terhadap pemikiran al-Ghazali. Sementara itu H.M. Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan mengatakan, bila dipandang dari segi filosofis, al-Ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam masalah pendidikan al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. Hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidiknya. Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang sangat berharga sederhana dan bersih dari gambaran apapun.

      b. Tujuan Pendidikan
Menurut al-Ghazali, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena tujuan pendidikan di arahkan bukan pada mendekatkan diri pada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut sejalan dengan firman Allah SWT tentang tujuan penciptaan manusia, yaitu:
لِيَعْبُدُونِ إِلَّا وَالْإِنْسَ الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku 
(QS: Al-Dzariyat: 56)

Berkenanan dengan hal ini al-Ghazali berkata, “Aku datang ke tempat ini untuk mencari keridhoan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan”. Rumusan tujuan pendidikan al-Ghazali yang demikian itu juga karena al-Ghazali memandang dunia ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan akan rusak, sedangkan maut dapat memutuskan kenikmatan setiap saat. Dunia hanya tempat lewat sementara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal, dan maut senantiasa mengintai setiap saat.
Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujan akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi disisi Allah dan lebih luas kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat.

     c. Pendidik
Ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan:
  1. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri
  2. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar).
  3. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  4. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
  5. Dihadapan muridnya, gurur harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji.
  6. Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan dayatangkap anak didiknya.
  7. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola dimata anak muridnya.
  8. Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya.
  9. Guru harus dapat menanamkan keimanan kedalam pribadi anak didiknya.

Guru yang ideal dimasa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan al-Ghazali dan persyaratan akademis serta profesional.

     d. Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu penegtahuan itu sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut:
  • Mermuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur.
  • Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya sehingga merupakan satu bangunan dengan murid yang lainnya yang saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang
  • Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
  • Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat saja, melainkan berbagai ilmu dan berupaya bersungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.

Al-Ghazali
Ciri-ciri murid yang demikian nampak juga masih dilihat dari perspektif tasawuf yang menempatkan murid sebagai murid tasawuf dihadapan gurunya. Cirri-ciri tersebut untuk masa sekarang tentu masih perlu ditambah dengan cirri-ciri yang lebih membawa kepada kreatifitas dan kegairahan dalam belajar.

         e. Kurikulum
Pandangan al-Ghazali tentang kurikulum dapat dipahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh anak didik menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.      Ilmu yang tercela, banyak atau sedkit ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia didunia maupun  akhirat.
b.     Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa seseorang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.
c.  Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan tuhan).

Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, al-Ghazali membagi lagi ilmu tersebut menjadi 2 kelompok ilmu dilihat dari segi kepentingannya, yaitu:
  1. Ilmu yang wajib (fardlu) yang diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber pada kitab Allah
  2. Ilmu yang hukum mempelajarinya fardlu kifayah, yaitu ilmu yang digunakan  untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu kedokteran, teknik, pertanian dan industri.

Anda sedang membaca postingan yang berjudul Pendidikan Islam dalam Pemikiran Al-Ghazali. Jangan ragu untuk berkomentar dan berkunjung lagi ke Cici Bon. Salam sukses selalu

ShareThis