Ibnu Khaldun |
I. Riwayat
Singkat Hidup Ibnu Khaldun
Sebuah
ciri khas yang melatar belakangi kehidupan ibnu khaldun adalah ia berasal dari
keluarga politis, intelektual dan aristokrat. Latar belakang kehidupan yang
jarang dijumpai orang. Keluarganya, sebelum menyeberang ke Afrika, adlah para
pemimipin politik di Moorish, Spanyol selama beberapa abad. Dalam keluarga elit
semacam inilah ia dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1332 di Tunisi. Oleh ayahnya ia
diberi nama Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammad Ibn Khaldun. Pada umur 20
tahunia bekerja sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko.
Selanjutnya
pada tahun 1362 M, Ibnu Khaldun menyebrang ke Spanyol dan bekerja pada Raja
Granada. Di Granad ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro, Raja
Granada, Raja Kastila, sedangkan di Sevilla, karena kecakapannya yang luar
biasa, ia ditawari bekerja oleh penguasa Kristen itu. Sebagai imbalannya
tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepada Ibnu Khaldun, tetapi
Ibnu Khaldun memilih tawaran yang sama dari raja Granada. Ke sanalah ia
memboyong keluarganya dari Afrika.
Khaldun
tidak lama di Granada. Kecakapan dan pretasinya yang diperlihatkan selama itu
telah menimbulkan iri hati para menteri. Itulah sebabnya ia kembali menyebrangi
Gibraltar untuk kembali ke Afrika, kemudian ia diangkat menjadi Perdana Menteri
oleh Sultan Aljazair, dan beberapa kali memimpin pasukan tentar dalam medan
pertempuran.
Keterangan
hidup baru ia jumpai setelah melepaskan semua jabatan resminya. Dan pada waktu
itulah menciptakan karyanya yang monumental, yaitu Muqaddimah dan kitab Alam
Semesta. Setelah itu ia kembali ke Tunisia.namun karena ia menghadapi masalah yang sama seperti yang
dialaminya di Granada, maka ia memutuskan diri untuk naik haji. Dan pada tahun
1382 M, ia pergi ke Iskandariah. Tetapi dalm perjalanan hajinya ia singgah di
Mesir. Rakyat dan raja Mesir yang cukup mengenal reputasi Khaldunlah yang
menyebabkan ia tidak melanjutkan perjalanan hajinya. Di daerah ini ia ditawari
jabatan guru kemudian ketua Mahkama Agung di bawah pemerintahan Dinasti Mamluk.
Dengan
jabatan yang terakhir itu, ia bukan saja mengalami masalah sama seperti yang di
alami di Granada dan Aljazair, tetapi juga telah menyebabkan ia kehilangan keluarga
dan harta bendanya. Musibah semacam ini, di samping membuat ia semakin taat,
juga telah membangkitkan kembali niat untuk menunaikan hajinya. Niat itu baru
terlaksana tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1387 M. Namun untuk hidup
tenang di kairo setelah pulang haji tidak tercapai. Sebab kemampuannya yang
luas itu telah mengundang Sultan Mamluk untuk memanfaatkannya. Bersama-sama
dengan hakim dan ahli hukum lainnya ia dibawa Sultan ke Damaskus, kota yang
terancam gempuran tentara Timur Lenk. Damaskus tidak dapat di pertahankan dan
Sultan bersama tentaranya mundur ke Mesir. Namun Khaldun dan beberapa oarng
terkemuka lainnya tetap tidak pulang. Ia diserahi tugas berunding mengenai
penyerahan kota itu ke tangan Timur Lenk. Di tangan Timur Lenk, Damaskus dihancurkan.
Tetapi Khaldun berhasil menyelamatkan bukan dirinya, melainkan juga beberapa
orang terkemuka anggota tim perundingan ke Mesir. Di Mesir ia tetap seorang
besar. Sebab, tidak lama kemudian ia kembali pada jabatannya semula, sebagai
ketua Mahkama Agung. Ia meninggal pada tahun 1406 M dalam usia 74 tahun,
bersama jabatan yang dipegangnya. Kini Ibnu Khaldun selain dikenal sebagai
filosof, juga sebagai sosiolog yang memiliki perhatian yang besar terhadap
bidang pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dari pengalamannya sebagai guru
yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.
II. Konsep
Pendidikan Ibnu Khaldun
1.
Pandangan
tentang Manusia didik
Yang
terkesan tentang konsep manusia menurut Ibnu Khaldun adalah karena ia seorang
muslim. Ia telah asumsi-asumsi ajaran islam. Oleh karena itu, konsepsi
kemanusiaannya adalah hasil dari derivikasi upaya intelektual Ibnu Khaldun
untuk membuktikan dan memahami asumsi al-Qur’an tersebut lewat gejala dan
aktivitas kemanusiaan. Ibnu Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang
berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia, kata Ibnu Khaldun adalah makhluk
berfikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi.
Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat berfikirnya
itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian
terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam
ini melahirkan peradaban.
Patung Ibnu Khaldun |
Menurut
Ibnu Khaldun, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya
binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran
yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga
memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu
masyarakat yang antara satu dan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia
yang demikin itu timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut
pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai
oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang
telah dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar
proses pencapaian ilmu yang demikian itu maka perlu diselenggarakan kegiatan
pendidikan. menurut Ibnu Khaldun dalam
mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan
ketekunan, tetapi juga bakat.
2.
Pandangan
tentang Ilmu
Selanjutnya
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan
dipengaruhi oleh peradaban. Hal ini dapat dilihat pada negara Qairawan dan
Cordova yang keduanya berperadaban Andalus dan luas pula problematikanya atau
heterogen. Disitu terdapat pertumbuhan ilmu, pabri-pabrik dan pasar yang
tersusun rapi. Keadaan ini akan berpengaruh tehadap corak pendidikannya.
Berkenaan
dengan ilmu pengetahuan, Ibnu Khaldun membaginya menjadi tiga macam yaitu:
1. Ilmu
lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika), sastra atau bahasa
yang tersusun secar puitis (sya’ir)
2. Ilmu Naqli, yaitu ilmu yang
diambil dari kitab suci dan sunnaah nabi.
3.
Ilmu
A’qli, yaitu ilmu yang dapat menunjukan manusia dengan daya pikir atau
kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.
Ilmu yang harus di ajarkan kepada
anak didik, yaitu :
1. Ilmu syari’ah dengan segala
jenisnya
2.
Ilmu
filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan
3.
Ilmu
alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya
4. Ilmu alat yang membantu ilmu
falsafah seperti ilmu mantiq
Selain itu Ibnu Khaldun berpendapat
bahwa al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali harus di ajarkan kepada anak,
karena mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak termasuk Syari’at islam yang
dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap negara
islam.
3. Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Khaldun bahwa
mengajarkan imu pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila
dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi
sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai
setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya. Keterangan-keterangan yang
diberikan harus secara umum, dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dan
kesanggupannya memahami apa yang diberikan kepadanya.
penghormatan unuk ibnu Khaldun |
Dalam hubungannya dengan mengajarkan
ilmu kepada anak didik, Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru mengajarkan
ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan metode yang baik dan mengetahui
faedah yang dipergunakannya dan seterusnya. Ibnu Khaldun lebih lanjut
mengemukakan kesulitan yang dihadapi para pengajar yang didasarkan pada
penglihatannya yang tajam terhadap para pelajar yang di jumpainya. Kesalahan
tersebut disebabkan karena para pendidik tidak menguasai ilmu jiwa anak.
Menurutnya seorang yang dulunya diajarkan dengan cara kasar, keras dan cacian,
akan menyebabkan gangguan jiwa pada si anak. Anak yang demikian cenderung
menjadi pemalas dan pendusta, murung, dan tidak percaya diri serta berperangai
buruk, mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
yang disebabkan ia merasa takut dipukul.
4. Spesialisasi
Menurut Ibnu Khaldun, orang yang
mendapat keahlian dalam suatu pertukangan jarang sekali yang ahli dalam
pertukangan lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali
seseorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu hingga
tertanam berurat, berakar dalam jiwanya, maka setelah itu dia tidak akan ahli
dalam pertukangan kayu dn batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum
tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini
juga didasarkan pada alasannya bahwa keahlian itu adalah sikap atau corak jiwa
yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang pikirannya masih mentah, dan
dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru
yang dapat mereka peroleh dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu telah
bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dlam keadaan kosong,
maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa kurang tertarik dan kurang
bersedia menerima keahlian-keahlian baru.