07 January 2012

Pendidikan Islam dalam Pemikiran Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun
I.       Riwayat Singkat Hidup Ibnu Khaldun
          Sebuah ciri khas yang melatar belakangi kehidupan ibnu khaldun adalah ia berasal dari keluarga politis, intelektual dan aristokrat. Latar belakang kehidupan yang jarang dijumpai orang. Keluarganya, sebelum menyeberang ke Afrika, adlah para pemimipin politik di Moorish, Spanyol selama beberapa abad. Dalam keluarga elit semacam inilah ia dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1332 di Tunisi. Oleh ayahnya ia diberi nama Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammad Ibn Khaldun. Pada umur 20 tahunia bekerja sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko.
 Jatuhnya dinasti al-Muwahidun telah telah mempengaruhi proses kehidupannya. Konflik perang saudara terjadi disana-sini. Suasana itu ditandai terjadinyaperebutan kekuasaan diantara putera-putera mahkota dan tuan-tuan tanah yang menurut Isawi, pindah dari kekuasaan yang satu ke kuasaan yang lain dengan kecepatan yang mengherankan. Hasut-menghasut, pembunuhan dan pemberontakan merupakan adegan yang biasa terjadi. Ibnu Khaldun meski sempat dipenjara dua tahun, ia tetap hidup ditengah-tengah malapetaka itu.

            Selanjutnya pada tahun 1362 M, Ibnu Khaldun menyebrang ke Spanyol dan bekerja pada Raja Granada. Di Granad ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro, Raja Granada, Raja Kastila, sedangkan di Sevilla, karena kecakapannya yang luar biasa, ia ditawari bekerja oleh penguasa Kristen itu. Sebagai imbalannya tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepada Ibnu Khaldun, tetapi Ibnu Khaldun memilih tawaran yang sama dari raja Granada. Ke sanalah ia memboyong keluarganya dari Afrika.
            Khaldun tidak lama di Granada. Kecakapan dan pretasinya yang diperlihatkan selama itu telah menimbulkan iri hati para menteri. Itulah sebabnya ia kembali menyebrangi Gibraltar untuk kembali ke Afrika, kemudian ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Sultan Aljazair, dan beberapa kali memimpin pasukan tentar dalam medan pertempuran.
            Keterangan hidup baru ia jumpai setelah melepaskan semua jabatan resminya. Dan pada waktu itulah menciptakan karyanya yang monumental, yaitu Muqaddimah dan kitab Alam Semesta. Setelah itu ia kembali ke Tunisia.namun karena ia menghadapi masalah yang sama seperti yang dialaminya di Granada, maka ia memutuskan diri untuk naik haji. Dan pada tahun 1382 M, ia pergi ke Iskandariah. Tetapi dalm perjalanan hajinya ia singgah di Mesir. Rakyat dan raja Mesir yang cukup mengenal reputasi Khaldunlah yang menyebabkan ia tidak melanjutkan perjalanan hajinya. Di daerah ini ia ditawari jabatan guru kemudian ketua Mahkama Agung di bawah pemerintahan Dinasti Mamluk.
            Dengan jabatan yang terakhir itu, ia bukan saja mengalami masalah sama seperti yang di alami di Granada dan Aljazair, tetapi juga telah menyebabkan ia kehilangan keluarga dan harta bendanya. Musibah semacam ini, di samping membuat ia semakin taat, juga telah membangkitkan kembali niat untuk menunaikan hajinya. Niat itu baru terlaksana tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1387 M. Namun untuk hidup tenang di kairo setelah pulang haji tidak tercapai. Sebab kemampuannya yang luas itu telah mengundang Sultan Mamluk untuk memanfaatkannya. Bersama-sama dengan hakim dan ahli hukum lainnya ia dibawa Sultan ke Damaskus, kota yang terancam gempuran tentara Timur Lenk. Damaskus tidak dapat di pertahankan dan Sultan bersama tentaranya mundur ke Mesir. Namun Khaldun dan beberapa oarng terkemuka lainnya tetap tidak pulang. Ia diserahi tugas berunding mengenai penyerahan kota itu ke tangan Timur Lenk. Di tangan Timur Lenk, Damaskus dihancurkan. Tetapi Khaldun berhasil menyelamatkan bukan dirinya, melainkan juga beberapa orang terkemuka anggota tim perundingan ke Mesir. Di Mesir ia tetap seorang besar. Sebab, tidak lama kemudian ia kembali pada jabatannya semula, sebagai ketua Mahkama Agung. Ia meninggal pada tahun 1406 M dalam usia 74 tahun, bersama jabatan yang dipegangnya. Kini Ibnu Khaldun selain dikenal sebagai filosof, juga sebagai sosiolog yang memiliki perhatian yang besar terhadap bidang pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dari pengalamannya sebagai guru yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.

II.    Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun  
1.      Pandangan tentang Manusia didik
            Yang terkesan tentang konsep manusia menurut Ibnu Khaldun adalah karena ia seorang muslim. Ia telah asumsi-asumsi ajaran islam. Oleh karena itu, konsepsi kemanusiaannya adalah hasil dari derivikasi upaya intelektual Ibnu Khaldun untuk membuktikan dan memahami asumsi al-Qur’an tersebut lewat gejala dan aktivitas kemanusiaan. Ibnu Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia, kata Ibnu Khaldun adalah makhluk berfikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan peradaban.
Patung Ibnu Khaldun
            Menurut Ibnu Khaldun, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikin itu timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar proses pencapaian ilmu yang demikian itu maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.  menurut Ibnu Khaldun dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, tetapi juga bakat.

2.      Pandangan tentang Ilmu

            Selanjutnya Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Hal ini dapat dilihat pada negara Qairawan dan Cordova yang keduanya berperadaban Andalus dan luas pula problematikanya atau heterogen. Disitu terdapat pertumbuhan ilmu, pabri-pabrik dan pasar yang tersusun rapi. Keadaan ini akan berpengaruh tehadap corak pendidikannya.
            Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibnu Khaldun membaginya menjadi tiga macam yaitu:
1.   Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika), sastra atau bahasa yang tersusun secar puitis (sya’ir)
2.      Ilmu Naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnaah nabi.
3.      Ilmu A’qli, yaitu ilmu yang dapat menunjukan manusia dengan daya pikir atau kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.

Ilmu yang harus di ajarkan kepada anak didik, yaitu :
1.      Ilmu syari’ah dengan segala jenisnya
2.      Ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan
3.      Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya
4.      Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmu mantiq


            Selain itu Ibnu Khaldun berpendapat bahwa al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali harus di ajarkan kepada anak, karena mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak termasuk Syari’at islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap negara islam.

3.      Metode Pengajaran

            Menurut Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan imu pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya. Keterangan-keterangan yang diberikan harus secara umum, dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dan kesanggupannya memahami apa yang diberikan kepadanya.
penghormatan unuk ibnu Khaldun
            Dalam hubungannya dengan mengajarkan ilmu kepada anak didik, Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang dipergunakannya dan seterusnya. Ibnu Khaldun lebih lanjut mengemukakan kesulitan yang dihadapi para pengajar yang didasarkan pada penglihatannya yang tajam terhadap para pelajar yang di jumpainya. Kesalahan tersebut disebabkan karena para pendidik tidak menguasai ilmu jiwa anak. Menurutnya seorang yang dulunya diajarkan dengan cara kasar, keras dan cacian, akan menyebabkan gangguan jiwa pada si anak. Anak yang demikian cenderung menjadi pemalas dan pendusta, murung, dan tidak percaya diri serta berperangai buruk, mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang disebabkan ia merasa takut dipukul.

4.      Spesialisasi

            Menurut Ibnu Khaldun, orang yang mendapat keahlian dalam suatu pertukangan jarang sekali yang ahli dalam pertukangan lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali seseorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu hingga tertanam berurat, berakar dalam jiwanya, maka setelah itu dia tidak akan ahli dalam pertukangan kayu dn batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini juga didasarkan pada alasannya bahwa keahlian itu adalah sikap atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang pikirannya masih mentah, dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru yang dapat mereka peroleh dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dlam keadaan kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa kurang tertarik dan kurang bersedia menerima keahlian-keahlian baru.
Anda sedang membaca postingan yang berjudul Pendidikan Islam dalam Pemikiran Ibnu Khaldun. Jangan ragu untuk berkomentar dan berkunjung lagi ke Cici Bon. Salam sukses selalu

ShareThis